27 May 2012

Samurai : Jembatan Musim Gugur

“Mengetahui masa depan dan mengetahui masa lampau adalah dua hal yang bermakna sama. Apa bedanya mengetahui hal yang tak terelakkan dengan mengetahui 
apa yang telah terjadi ?” 
-Aki-no-Hashi (1434)-

Buku ini adalah lanjutan buku pertama, Samurai : Kastel Awan Burung Gereja. Berbeda dengan sebelumnya, buku ini mengambil plot yang melompat-lompat. Dimulai dari tahun 1960, awal kedatangan tiga misionaris (Zephaniah, Emily dan Stark) ke Jepang, lalu melompat ke tahun 1311, tahun 1281 bahkan kadang jauh ke depan, tahun 1953. Buku ini lebih banyak menceritakan sejarah klan Okumichi sebagai klan yang memiliki kemampuan melihat pertanda atau meramal masa depan.

Berawal dari tahun 1281 ketika Lord Masamune (klan Okumichi pertama) membantu Gengyo, Lord dari Hakata untuk menahan serangan bangsa Mongol. Di antara pasukan Mongol ada sekelompok suku Nurjhen yang dipimpin oleh seseorang bernama Eroghut. Dalam pertempuran itu, kelompok Nurjhen berbalik menyerang pasukan Mongol. Lord Masamune yang terluka parah oleh tusukan pedang diselamatkan oleh Eroghut. Hanya Eroghut yang selamat dalam pertempuran. Adik dan sepupu-sepupunya serta saudara sedarahnya tewas semua. Eroghut yang juga terluka parah dirawat oleh Lord Masamune. Karena orang Jepang sulit melafalkan kata Eroghut, maka ia kemudian dipanggil dengan nama “Go”. Sejak saat itu, ia tinggal di Jepang dan menyandang gelar Lord.

Ibu Go sebenarnya adalah seorang penyihir keturunan Tangolhun yang legendaris, sang penyihir yang dikisahkan memerintahkan Attila yang Agung untuk mengikuti matahari ke arah barat menuju tanah air yang ditakdirkan bagi kaum Hun. Kaum Hun dan Nurjhen adalah musuh bebuyutan Mongol. Go merupakan orang terakhir dalam garis keturunannya. Setelah melewati bebeapa peperangan bersama Masamune, Masamune kemudian memberikan selirnya kepada Go untuk diperistri. Dari pernikahan itu lahir seorang putra yang diberi nama Chiaki. Istri Go pernah melahirkan seorang putri sebelum Chiaki dan dua putri sesudahnya, tetapi Go membunuh ketiga bayi perempuan itu begitu mereka terlahir. Ini karena kutukan penyihir warisan ibunya hanya berlaku pada wanita. Walau sedih, istrinya tidak pernah menanyakan alasan Go. Go menyimpan rapat-rapat kutukan darah penyihir leluhurnya.

Lord Masamune kemudian terbunuh di tanjung Muroto dan putranya yang masih hidup bernama Hironobu terpaksa menjadi Bangsawan Agung Akaoka. Hironobu kemudian dididik oleh Go. Suatu hari, dalam pesta perayaan kemenangan Hironobu, Go bertemu dengan seorang Lady berusia 14 tahun bernama Lady Nowaki. Sepulang dari perayaan itu, Lady Nowaki hamil. Atas saran istri Masamune -Lady  Kiyomi-, ayah Lady Nowaki membangun sebuah kuil di utara agar mereka terhindar dari pergunjingan. Di tempat inilah Lady Nowaki melahirkan seorang putri yang diberi nama Shizuka (yang berarti Diam) karena bayi ini begitu diam saat dilahirkan.

Darah penyihir warisan ibu Go menurun pada Shizuka. Go pun menunggu sambil menyusun rencana untuk membunuh Shizuka. Saat berusia 16 tahun, Shizuka diselamatkan oleh Hironobu dan dibawa ke kastel Awan Burung Gereja sebagai mempelainya. Di tempat itulah Shizuka bertemu Lord Kiyori untuk pertama kalinya, seorang Lord yang baru akan lahir 500 tahun kemudian. Lord Kiyori adalah kakek Genji yang juga bisa melihat pertanda.
Saat Shizuka mengandung janin yang berusia 7 bulan, Hironobu terbunuh karena pengkhianatan Go. Go berniat menghabisi seluruh garis keturunan penyihirnya. Di lantai tujuh kastel Awan Burung Gereja, Go berusaha membunuh Shizuka. Chiaki, putra Go datang menyelamatkan Shizuka dan membunuh ayahnya. Sebelum meninggal, Shizuka melahirkan anaknya yang kemudian diberi nama Lady Sen. Lady Sen inilah yang menurunkan klan Okumichi pada Lord Kiyori.

Lord Kiyori mempunyai dua orang putra. Putra pertama bernama Yorimasa dan putra kedua bernama Shigeru. Setelah keduanya beranjak dewasa, Kiyori mengumumkan bahwa mereka tidak akan menjadi bangsawan Agung Akaoka. Anak Yorimasa-lah nantinya yang akan menggantikannya sebagai Daimyo dan juga mewarisi kemampuan meramal masa depan. Yorimasa yang kecewa melampiaskan rasa sakitnya dengan mabuk-mabukan dan menyiksa para geisha. Oleh Lord Kiyori, Yorimasa kemudian dinikahkan dengan Lady Midori. Setelah menikah dengan Midori, Yorimasa akhirnya berubah. Dari mereka berdua, terlahir bangsawan Agung Akaoka terakhir, Genji Okumichi.

Tahun 1867 adalah masa-masa terakhir kekuasaan Shogun di Jepang, serta awal masuknya pengaruh barat. Dan juga berarti telah enam tahun berlalu Emily tinggal di Jepang. Genji berniat menikahkan Emily dengan Robert Farrington atau Charles Smith, dua orang asing yang bersaing memperebutkan Emily. Hal ini dilakukan karena ia tidak ingin Emily mati. Dalam pertandanya, jika Genji yang menikahi Emily, perempuan itu akan mati saat melahirkan anak mereka. Tetapi akhirnya Genji menyerah pada takdir.

Dua puluh tahun berlalu, Jepang banyak berubah baik dari segi pakaian maupun hal lainnya. Tidak ada lagi samurai, tidak ada lagi shogun. Genji yang telah beranjak tua kedatangan seorang tamu dari Amerika bernama Makoto Stark. Anak dari Matthew Stark, salah satu misionaris yang dulu datang ke jepang bersama Emily dan Zephaniah. Makoto kabur dari ayahnya di Amerika untuk mencari tahu siapa orang tua sebenarnya. Ibunya adalah Heiko, mantan Geisha Genji. Tetapi setelah melihat bahwa antara dirinya dan Matthew Stark tidak punya kesamaan secara fisik, ia mulai curiga. Setelah peperangan di kuil Mushindo, Genji mengirim Heiko ke Amerika bersama Matthew Stark. Heiko sedang mengandung anak Genji yang berusia empat bulan saat dalam perjalanan menuju San Fransisco. Sesampainya di sana, ia meninggal setelah melahirkan Makoto karena pendarahan yang parah.

Setelah mengetahui bahwa Matthew Stark bukan ayah kandungnya, Makoto pergi ke Jepang untuk menemui Genji Okumichi. Di sana ia juga bertemu adik tirinya, Shizuka. Di sinilah akhir dari keseluruhan cerita. Genji telah bertemu anaknya dari Heiko dan masih harus menunggu beberapa tahun hingga pertanda terakhirnya terwujud, yaitu saat dirinya dibunuh oleh tusukan pedang dan meninggal dalam pelukan Shizuka. Kata-kata terakhir yang ia dengar dari Shizuka adalah, “Kau akan selalu menjadi My Shining Prince” 

Kesan yang ingin saya katakan, bahwa novel terakhir ini sukses membuat mata saya berkaca-kaca. Saya suka penggambaran ceritanya yang rumit dan mendetail. Plot yang melompat-lompat membuat saya tegang menebak-nebak kejutan apa lagi yang muncul nanti. Banyak misteri yang terungkap di sini, seperti siapa pembunuh Lord Kiyori, Siapa sebenanrnya Lady Shizuka yang muncul dalam pertanda Genji, serta beberapa pengkhianatan yang dilakukan oleh bawahan Genji.

Secara keseluruhan buku ini sangat menghibur dengan kalimat-kalimat bijak dan permainan emosinya. Saya kasihan pada Heiko yang harus meninggal jauh dari kampung halamannya. Awal-awal membaca, saya tidak suka tokoh ini, karena profesinya sebagai Geisha yang penuh kepura-puraan, tipu muslihat dan manipulasi. Tapi pengorbanannya pada Genji membuat saya terharu. Tokoh laki-laki favorit saya adalah Genji dan Matthew Stark. Kehidupan Matthew Stark yang penuh tragedi dan sikapnya yang pahlawan membuat saya simpati pada tokoh ini. Sementara untuk tokoh perempuan, saya suka Emily dan Heiko. Emily karena kelembutannya dan Heiko karena keberaniannya.

Genji yang digambarkan selalu menyunggingkan senyum tipis, entah kenapa, tiba-tiba mengingatkan saya pada tokoh utama film “God of Gambler”, om Chow Yun Fat. Kalau saja buku ini difilmkan dan seandainya saja Chow Yun Fat masih berusia 24 tahun, dia pasti cocok sekali memerankan tokoh Genji sebagai bangsawan atau raja seperti di filmnya yang berjudul “Anna and The King”.
 
;